Persoalan Data Masih Menjadi Akar Masalah Penyaluran Subsidi Energi

05-12-2020 / B.A.K.N.
Anggota Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI Sugeng Suparwoto saat meneyerap aspirasi terkait kebijakan pengelolaan subsidi energi, di Padalarang, Bandung Barat, Jumat (4/12/2020). Foto : Nadi/Man

 

Anggota Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI Sugeng Suparwoto mengatakan akar masalah penyaluran subsidi energi salah satunya adalah data. Seharusnya di tengah kemajuan ilmu pengetahuan teknologi dan komunikasi, persoalan data tidak lagi menjadi masalah, mengingat dengan adanya single identity number pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) dapat dijadikan langkah awal pembuatan Big Data.

 

“Mestinya nanti ada sebuah data yang di sebut Big Data yang komprehensif yang menyatakan bahwa si Sugeng, misalnya, itu keluarganya sekian. Kalau ia termasuk dalam kategori miskin dia akan mendapat subsidi tentang ABC atau D yang secara kuantitatif sekian rupiah,” papar Sugeng usai meneyerap aspirasi terkait kebijakan pengelolaan subsidi energi, di Padalarang, Bandung Barat, Jumat (4/12/2020)

 

Dirinya sepakat bila subsidi kelaknya diberikan dalam bentuk kartu, dalam artian yang di subsidi adalah orangnya bukan barangnya. “Ada kelemahan kalau subsidi itu diberikan dalam bentuk tunai kepada orang. Kadang-kadang lantas tidak efisien juga tidak tepat pada penggunanaan atas apa yang disubsidi itu,” ungkapnya.

 

Terlebih lagi, dimasa krisis sebagai dampak dari pandemi Covid-19 ini, dimana angka kemiskinan jadi meningkat maka subsidi masih sangat penting. Sugeng menekankan yang terjadi sekarang harusnya dapat lebih tepat sasaran, tepat volume dan tepat waktu. Salah satu usul yang mengemuka terkait penyaluran subsidi salah menggunakan kartu yang berisikan saldo dan diatur mekanisme pencairannya.

 

“Tadi ada yang menyarankan dengan kartu, misalnya kartu itu secara efektif untuk membeli gas oleh pemegangnya. Secara otomatis saldo akan berkurang sesuai dengan subsidi yang ada. Tetapi bagi orang yang tidak memegang kartu, maka dia akan membayar dengan harga keekonomian sesuai dengan harga pasar,” tuturnya.

 

Lantas bagaimana kalo kartu itu dipegang banyak orang? “Untuk itu, perlu dibuat standar atau batasan, misalnya seminggu dia bisa membeli berapa. Kalau seminggu keluarga itu membutuhkan 5 tabung elpiji 3kg, hanya akan mendapatkan 5 tabung, setelah itu dia tidak bisa membeli lagi gas kartu itu. Ini pendekatan-pendekatan teknis yang lain yang akan kita pikirkan,” tutup politisi Fraksi Partai NasDem itu. (ndy/es)

BERITA TERKAIT
Wakil Ketua BAKN Apresiasi Dukungan Pimpinan DPR RI terhadap BAKN
21-01-2025 / B.A.K.N.
PARLEMENTARIA, Jakarta – Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Negara (BAKN) DPR RI, Herman Khaeron, mengapresiasi dukungan penuh pimpinan DPR RI terhadap...
BAKN Terima Delegasi Parlemen Malaysia, Bahas Akuntabilitas Keuangan Negara
14-01-2025 / B.A.K.N.
PARLEMENTARIA, Jakarta – Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI menyambut delegasi Public Accounts Committee Parlemen Malaysia dalam sebuah pertemuan...
Libatkan Warga Lokal, Program MBG Turut Tingkatkan Perekonomian Daerah
14-01-2025 / B.A.K.N.
PARLEMENTARIA, Jakarta – Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI Herman Khaeron mengapresiasi Program Makan Bergizi Gratis (MBG)...
Evaluasi Temuan BPK, BAKN Tekankan Tata Kelola Korporasi PT Jasa Marga
05-12-2024 / B.A.K.N.
PARLEMENTARIA, Tangerang - Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI Herman Khaeron menegaskan pentingnya penyelesaian terhadap temuan-temuan kuantitatif...